Selasa, 15 Juni 2010

Retret Imam 2010


BANGGA MENJADI IMAM

Sebanyak 208 imam dari 23 keuskupan, 18 tarekat mengadakan retret bersama di Via Renata Cimacan-Cipanas (07-11 Juni). Retret yang dipimpin Mgr.Ignatius Suharyo Pr ini dibuka resmi oleh Nuntius, Mgr.Girelli. Ikut hadir dalam retret ini Mgr.J.Pujasumarta Pr dan Mgr.Hilarius Moa Nurak SVD.

“Kalau boleh memilih, saya lebih senang duduk bersama anda sebagai peserta”, ujar Mgr.Ignatius Suharyo Pr saat memulai retret. Menurut Uskup Koajitor ini, retret pertama-tama bukanlah untuk menambah pengetahuan, melainkan untuk mendengarkan Roh yang mengantar pada kebenaran. “Dengan mendengarkan Roh, harapannya kita memperoleh hidup baru, hidup yang antusias”, paparnya. Antusias berasal dari kata Yunani, entheos yang berarti dalam Tuhan.

Retret ini diselenggarakan dalam rangka penutupan Tahun Imam. Tahun Imam sendiri diadakan dengan maksud mengenang 150 tahun kelahiran Pastor Maria Vianney dari Ars, Perancis. Pastor Vianney yang sederhana dan saleh ini diangkat sebagai pelindung pastor paroki dan pelindung semua imam sekaligus. Mengutip Paus Benediktus XVI, Mgr.Suharyo menjelaskan bahwa Tahun Imam merupakan penghargaan dan terima kasih Gereja terhadap imam-imamnya. “Tidak sedikit imam yang dengan tekun dan sederhana, dari hari ke hari, melayani dan menjalankan tugasnya mengabdi Kristus dan sesama”, ujar Monsinyur.

Identifikasi dengan Orang Miskin

Mgr.Suharyo menggunakan Injil Matius sebagai bahan utama retret. Yesus, menurut Injil Matius, amat jelas mengidentifikasikan diri dengan orang kecil dan tak berdaya. “Bunda Teresa dari Kalkuta, seperti Yesus, mengidentifikasikan diri secara jelas dengan kaum miskin. Di pintu-pintu biara Misionaris Cintakasih tertulis kata Aku Haus”, suatu pesan yang kuat. Menurut Mgr.Suharyo, masalah identifikasi ini amat penting. “Imam mengidentifikasikan diri dengan siapa?”, ujarnya. “Bila kita bisa mengindentifikasikan diri dengan orang-orang yang hina, perhatikan apa yang terjadi? Mungkin kita bisa bersyukur karena dapat menyamakan diri dengan orang yang lapar, miskin dan haus”, tegasnya.

Lebih lanjut Mgr.Suharyo yang sudah 12 tahun tidak memberi retret ini bertanya: “Apa yang harus kita lakukan? Yang dilakukan orang benar itu sangat sederhana, memberi makan orang lapar, mengunjungi orang sakit, tahanan di penjara…. Itu semua merupakan hal-hal sederhana yang dipuji Injil. Mengapa kita sulit melakukannya? Mungkin karena kita terlalu pandai sehingga tidak tahu lagi hal-hal yang sederhana. Mustinya, semakin banyak kita tahu, semakin sederhanalah kita”, tutur mantan Uskup Agung Semarang ini.

Kebangkitan Kristus ditanggapi secara mendua. Sebagian murid percaya dan menyembah, sebagian lagi ragu-ragu (Mt 28: 17). Realitas mendua ini berlangsung hingga kini. Mgr.Suharyo mengajak para imam untuk mengetahui akar-akar yang membuat kita ragu-ragu dan cemas. “Kita persembahkan keraguan kita pada Tuhan dan siap menerima tugas perutusan menjadi saksi-saksiNya tanpa keraguan lagi”, ajaknya.

Retret bertema Kesetiaan Kristus, Kesetian Imam ini ditanggapi positif oleh para peserta. “Temanya menarik dan bahan yang disampaikan sungguh menyentuh, sangat membantu saya menjalani panggilan. Puji-pujian yang dilantunkan kelompok Lumen 2000 juga pas, bisa menghantar masuk ke session” ujar pastor Gabriel Dwiatmoko Pr dari Keuskupan Sintang. Komentar senada juga disampaikan peserta lain: “Bahan yang disampaikan sangat mendalam dan Mgr.Ign.Suharyo memberikannya secara ringan dan sederhana. Banyak pencerahan, terutama pemahaman Injil Matius dan hakekat imamat melalui surat Ibrani. Paling tidak membuat saya bangga menjadi seorang imam”, ujar pastor Fabianus Muktiyarso dari Keuskupan Bandung. Meski demikian, imam yang bertugas di paroki Indramayu ini memberikan juga kritikannya: “Sayang waktu yang disediakan untuk refleksi diri, untuk internalisasi bahan-bahan masih kurang!”, ungkapnya.

Wajah cerah yang dipancarkan para imam menunjukkan bahwa mereka telah mendapatkan kesegaran rohani selama retret 4 hari. Sungguh wajar bahwa imam-imam yang biasanya memberi pengajaran, kotbah atau renungan sekali waktu mendapat juga siraman rohani yang berkualitas. Kalau tidak, mereka akan kering, kehabisan inspirasi dan energi…

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 27 Juni 2010).

Rabu, 09 Juni 2010

Misa Rabu Ketiga (St.Helena)

Terima kasih pak Andi Singgih yang telah men-design poster ini.

Rabu, 02 Juni 2010

Rencontre 2010



PERTEMUAN YANG DIRINDUKAN

“Acaranya seru, asyik dan keren banget!”, ujar Vera bersemangat tentang Rencontre 2010. Acara Rencontre yang diikuti 650 anak muda ini berlangsung pada 28 Mei 2010 bertempat di paroki St.Helena, Curug.

Rencontre 2010 adalah pertemuan orang muda katolik yang berasal dari paroki St.Helena, St.Monica, St.Agustinus, St.Laurentius, St.Odilia dan St.Maria. Semuanya berada dalam wilayah dekanat Tangerang. Acara ini diadakan dalam rangka Penutupan Tahun Imam sekaligus merayakan 800 tahun lahirnya Ordo Salib Suci. Adapun tema pertemuan ini adalah Terang Salib Membawa Kebersamaan Orang Muda. Pastor Y. Surono OSC adalah pemrakarsa awal acara besar ini.

Dipimpin 10 Imam

Rencontrè dari bahasa Perancis berarti perjumpaan. Pertemuan ini diawali dengan misa akbar dengan 10 imam konselebran. Imam-imam ini berasal dari paroki-paroki dekanat Tangerang dan perwakilan Keuskupan Agung Jakarta. Rm. A.Padma Seputra SJ selaku konselebran utama, dalam kotbahnya menjelaskan sekilas sejarah Ordo Salib Suci. Ordo ini lahir ketika Perang Salib sedang berkecamuk. Pendiri Ordo ini adalah Theodorus de Celles, seorang ksatria Perang Salib. Theodorus adalah anak bangsawan dari Belgia. Pada tahun 1210 ia bersama rekan-rekannya memulai kehidupan membiara dengan mengacu pada cara hidup umat kristiani awal. Itulah cikal bakal lahirnya OSC. Ordo ini kemudian tersebar ke Eropa, Amerika Serikat dan Asia. Di Indonesia OSC ada di Keuskupan Bandung, Sibolga, Medan dan Agats, Papua. Sementara di KAJ, OSC berkarya di paroki St.Agustinus-Karawaci, St.Monika BSD, St.Laurentius dan St.Helena Curug.

Selesai Rm.Padma, kotbah dilanjutkan oleh Rm. Antonius Suyadi Pr, ketua Komisi Kepemudaan KAJ. Dengan gaya kocak, Rm.Suyadi mengajak semua peserta untuk saling berkenalan. “Siapa yang belum punya pacar, silahkan tunjuk jari!”, ujarnya disambut tawa hadirin. Dengan kotbahnya itu Rm.Suyadi berhasil mencairkan suasana yang semula kaku.

Selesai perayaan Ekaristi, semua peserta, termasuk para imam langsung menuju Plaza Gereja. Di tempat ini dilangsungkan acara pembukaan resmi Rencontre. Disaksikan semua peserta yang hadir, Rm.Padmo SJ menggunting ikatan balon-balon warna-warni. Balon-balon terbang ke langit diiringi tepuk tangan meriah hadirin menandai dimulainya temu akbar kaum muda.

Kesaksian Delon dan Sisi Idol

Selesai rehat dan ice-breaking, acara dilanjutkan dengan Talk Show. Dalam acara yang dipandu Yasinta Indrianti ini hadir 2 orang artis yakni Delon dan Sisilia Hapsari atau Sisi Idol serta Pastor Tedjo Bawono OSC. Delon dan Sisi Idol hadir untuk menghibur sekaligus memberi kesaksian. Dalam kesaksiannya, Sisi Idol mengaku bahwa pada awalnya ia adalah seorang yang tidak percaya diri, merasa tidak cantik, kecil, hitam dan tidak berpendidikan tinggi. Meski ia amat berhasrat untuk mengikuti Indonesian Idol namun ia amat ragu. Akhirnya, sesudah melakukan doa Novena, Sisil mendaftarkan diri juga. “Hari itu adalah hari terakhir pendaftaran”, kenangnya. Sisil bersyukur pada Tuhan bahwa lewat jalan yang berliku, akhirnya ia mendapat tempat terhormat dalam Indonesian Idol dan dikenal luas di seluruh Indonesia. Sisil juga berhasil menyelesaikan study S1 dan mampu menyekolahkan adiknya. Sisi Idol melengkapi kesaksiannya dengan persembahan dua buah lagu.

Sementara itu, Delon mengawali penampilannya dengan menyanyikan sebuah lagu ciptaannya. Kehadiran Delon mendapat sambutan amat antusias dari para peserta, khususnya peserta wanita. Seorang peserta mengaku amat bahagia karena berhasil berfoto bersama Delon. Sebagaimana Sisi Idol, Delon juga memaparkan perjalanan hidupnya. Ia harus berjuang keras selama bertahun-tahun sebelum ia berhasil dan dikenal luas sebagai seorang penyanyi. Delon mengakhiri kesaksiannya dengan sebuah lagu manis You Raise Me Up.

Pastor Tedjo Bawono OSC yang khusus datang dari Bandung menjelaskan antara lain keseimbangan antara iman dan ratio. Iman bukanlah sesuatu yang buta. Iman harus ditunjang oleh akal sehat. “Iman dan ratio ibarat dua sayap yang saling melengkapi. Iman saja tanpa ratio, menjadi pincang”, jelasnya. Imam muda berambut gondrong ini dengan lugas menjawab beberapa pertanyaan dari peserta, di antaranya masalah perkawinan beda agama.

Variatif dan Memancing Antusias

Selesai makan siang, acara dilanjutkan dengan games. Ada 13 jenis permainan yang berbeda dan semuanya dilakukan outdoor, di pelataran Gereja St.Helena yang memang luas. Peserta dibagi dalam 50 kelompok secara acak. Dengan demikian peserta dari pelbagai paroki berbaur dalam permainan yang sama. Permainannya amat bervariasi, antara lain outbond, estafet air, mengeluarkan bola dari paralon, menembus rintangan dengan mata tertutup. Yang pasti, setiap permainan menuntut kebersamaan serta kerja-sama setiap kelompok. Permainan yang disiapkan dengan cermat oleh para frater SDB dibantu suster CB ini membuat para peserta larut dalam keasyikan. Sorak sorai, canda tawa terus terdengar sepanjang permainan. Nyaris semua peserta basah kuyup akibat salah satu jenis permainan yang banyak menggunakan air. Untunglah panitia telah mengingatkan agar peserta membawa pakaian ekstra.

Pada malam hari, sesudah makan malam, acara dilanjutkan dengan pemotongan kue ulang tahun. Kue raksasa bertuliskan HUT 800 tahun OSC ini dipotong dan dibagi-bagikan ke semua peserta. Sesudahnya acara dilanjutkan dengan apresiasi seni. Masing-masing rombongan menampilkan kesenian yang telah mereka siapkan sebelumnya. Pada acara ini semua peserta mengenakan T.Shirt Rencontre yang dibagikan panitia secara cuma-cuma. Pentas seni sendiri diadakan dengan penerangan api unggun. Ada macam-macam jenis kesenian yang ditampilkan seperti lagu, gerak dan tarian serta break dance. Frater Eko OSC yang datang dari Bandung sebagai pengamat, menampilkan atraksi debus api. Dari dalam mulutnya, ia menyemburkan minyak yang membakar api dan menciptakan lidah-lidah api menawan. Suguhan frater dari Bandung membuat sebagian peserta harus menahan nafas karena tegang. Rangkaian acara Rencontre berakhir pada jam 21.00 sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

Disiapkan Serius dan Berlanjut

Hampir semua peserta menyatakan kepuasannya mengikuti Rencontre 2010. “Nggak cukup satu hari, mustinya beberapa hari!”, ujar Elsye salah satu peserta. Peserta lain memuji kerja panitia yang cukup kompak. Seorang peserta dari paroki St.Monika mengeluh tentang kurangnya WC yang tersedia. “Panitia telah menambah beberapa WC ekstra, namun tetap kurang!”, keluhnya.

Fx.Jati Sasongko, ketua panitia, menjelaskan tentang tujuan Rencontre. “Acara ini diadakan agar orang muda Katolik dapat berkumpul, menuangkan ide kreatifnya, menjalin kebersamaan serta bertukar pengalaman seputar kegiatan mereka di parokinya masing-masing”, jelas Jati. Pemuda yang tidak banyak bicara ini mengaku bahwa dirinya bersama rekan-rekan yang lain telah menyiapkan acara ini sejak bulan Januari. “Panitia berjumlah 75 orang gabungan dari beberapa paroki. Supaya ada koordinasi yang baik sekaligus menjalin keakraban di antara panitia, kami mengadakan acara di Sawangan Golf Resort, bulan Februari yang lalu”, tutur Jati. Masih menurut Jati, semula target peserta adalah 500 orang namun akhirnya membludak hingga 650 orang. “Itupun karena kami stop. Kami khawatir bila peserta terlalu banyak, dana kami tidak mencukupi”, jelas Jati. Peserta memang hanya dipungut bayaran Rp 20.000,- untuk acara sepanjang hari dengan makan, minum dan pembagian kaos.

Menurut C.Sulityowati, acara Rencontre akan dilanjutkan pada tahun-tahun mendatang. “Kami menjaring tim panitia untuk tahun mendatang dari peserta Rencontre yang sekarang ini”, jelas ketua Sie Kepemudaan paroki St.Helena ini.

Rencontre 2010 mendapat sambutan positif dari pelbagai pihak. Di saat melesunya aktivitas kaum muda Katolik, Rencontre 2010 terasa segar. Tidak heran bahwa perjumpaan seperti ini dirindukan kaum muda Katolik kita. (Foto2 dari Mbak Dian Sitoresmi: Sisi Idol dan Peserta saat permainan dengan menutup mata)

Heri Kartono, OSC (dimuat di majalah HIDUP edisi 27 Juni 2010)