Senin, 29 Agustus 2011

Pemberkatan Rumah (St.Helena, KAJ)




Rekor Pemberkatan Rumah

Pemberkatan Rumah merupakan salah satu tradisi yang sudah ada sejak awal kristianitas. Bahkan, dalam Perjanjian Lama, kebiasaan memberkati rumah sudah ada. (Kej 39: 5….”Tuhan memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf……”. 2Samuel 6:11…”Tuhan memberkati Obed-Edom dan seisi rumahnya”). Dalam agama lain, tradisi pemberkatan rumah juga dikenal. Sekurang-kurangnya agama Hindu dan Budha memiliki kebiasaan ini.

Di masa lalu, pemberkatan rumah dikaitkan secara nyata dengan fungsi eksorsisme atau pengusiran roh-roh jahat. Namun beberapa tahun terakhir (khususnya sejak Konsili Vatikan II) fungsi eksorsisme tidak lagi terlalu ditekankan, kendati tetap ada.

Untuk pemberkatan rumah, air yang digunakan biasanya dicampuri dengan garam. Air berkat yang dicampuri garam dipercaya dapat menghilangkan hal-hal yang buruk, termasuk roh-roh jahat. Kebiasaan ini bersumber dari tradisi lama. Kita dapat menjumpainya dalam Kitab 2 Raja 2: 19-22. Tuhan memerintahkan nabi Elisa untuk mencampurkan garam ke dalam air sehingga air tersebut terbebas dari segala pengaruh buruk.

Cara pemberkatan rumah bisa saja beragam. Di tanah Karo, Sumatera Utara, misalnya, pemberkatan rumah (mengket rumah mbaru) dilaksanakan pagi hari, sebelum matahari terbit. Tuan rumah, pastor bersama umat, termasuk pernanden, mengadakan prosesi dari tempat tinggal yang lama menuju rumah baru yang akan diberkati. Di daerah lain, khususnya perkotaan, acara pemberkatan rumah biasanya diadakan malam hari, sepulang orang dari kerja.

Kendati waktu dan cara bisa berbeda, pemberkatan rumah memiliki tujuan yang sama. Lewat pemberkatan, kita mengundang Tuhan untuk tinggal di rumah kita. Kita juga memohon agar Tuhan berkenan menjaga serta melindungi rumah seisinya dari segala bahaya dan gangguan.

Di Paroki Santa Helena, Curug, tradisi pemberkatan rumah biasa juga dilakukan. Hampir setiap warga baru biasanya meminta pastor memberkati rumah mereka. Ada banyak pemukiman baru di wilayah paroki St.Helena. Karenanya, tidak jarang tenaga imam yang tersedia tidak mencukupi. Untuk mengatasi hal ini, beberapa lingkungan/ wilayah berinisiatif mengadakan pemberkatan rumah massal. Wilayah Ubud misalnya, belum lama ini mengundang pastor paroki untuk memberkati 7 rumah sekaligus. Namun rekor terbanyak dipegang lingkungan St.Antonius Padua, Saribumi. Baru-baru ini, lingkungan yang diketuai bapak Yanuarius Taweru mengundang pastor paroki untuk memberkati 13 rumah sekaligus. Untunglah semuanya berada di lokasi yang berdekatan, yaitu di Perumahan Puri Nusa. Untuk keperluan itu, pengurus lingkungan menyediakan satu drum air plus beberapa botol air mineral. Dengan berseloroh pastor paroki berkata: “Ini air untuk memberkati rumah atau untuk mandi??”. (Foto2 dari Pak Benny Sugiarto)

Heri Kartono, OSC

Sabtu, 20 Agustus 2011

Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (KAJ)



SEPERTI PEMAIN BOLA DI BRASIL

Menarik bila kita membandingkan pemimpin bangsa yang pernah kita miliki. Bung Karno, amat populer karena pandai menggerakkan orang dengan pidatonya yang berapi-api. Ia seorang tokoh yang penuh kharisma. Namun, Bung Karno dianggap tidak memiliki system yang jelas. Sebaliknya Suharto, bila ia berpidato, orang lebih memililih mematikan radionya. Suharto seperti yang gagap bila harus berorasi. Meski demikian, ia dianggap memiliki program yang jelas. Pelita atau Pembangunan Lima Tahun adalah salah satu yang dihasilkan pada era pemerintahannya. Pemimpin yang lain, Habibi, Megawati dan Gus Dur, masing-masing memiliki gaya tersendiri. Bagaimana dengan kepemimpinan SBY? Silahkan anda menilainya sendiri.

Sosok pemimpin amat penting bagi suatu kelompok. Pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dan inspiratif, mampu membawa orang yang dipimpinnya menuju cita-cita bersama yang mulia. Hal yang sama berlaku di lingkungan Gereja. Kemana umat dan Gereja akan melangkah maju, sebagian ditentukan oleh pemimpinnya. Dalam rangka itu, Uskup kita, Mgr.Ign.Suharyo Pr telah mencanangkan Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (Ardas KAJ) untuk jangka waktu lima tahun ke depan (2011-2015).

Ardas KAJ yang diumumkan Paskah 2011 yang lalu, pada intinya memuat tiga pilar utama. Pertama, Ardas mengajak kita memperdalam iman akan Yesus Kristus. Iman kepada Kristus diyakini melandasi segala tindakan konkrit kita. Kedua, Ardas mengajak kita bersama membangun persaudaraan sejati. Sejatinya, Gereja tidak mengenal pembedaan ras, suku atau apapun. Kita semua adalah anak-anak Allah. Oleh sebab itu, persaudaraan sejati adalah amat Kristiani… Ketiga, Ardas mendorong kita untuk terlibat dalam pelayanan kasih di tengah masyarakat. Gerak langkah kita tidak hanya berlaku untuk kalangan kita sendiri melainkan juga untuk masyarakat di sekitar kita. Ardas menyadarkan bahwa kita adalah bagian dari masyarakat luas. Ketiga pilar Ardas tersebut tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan satu kesatuan.

Apa sih perlunya Ardas? Pertanyaan seperti ini bisa saja muncul di benak kita. Mungkin ilustrasi berikut ini dapat membantu kita menjawab pertanyaan tsb. Di Tangerang ada banyak lapangan sepak bola. Di Brasil juga. Kondisi lapangan bisa sama persis, demikian juga aturan permainan-nya. Namun, mengapa di Brasil dapat tercipta pemain-pemain kaliber internasional sementara di Tangerang tidak? Nampaknya di Brasil ada hal yang menggerakan, mendorong dan membakar hati orang sehingga mereka mampu berprestasi maksimal. Itulah yang membedakan. Diharapkan, Ardas juga mampu menggerakkan, mendorong dan membakar hati kita untuk secara maksimal mengembangkan hidup kristiani kita.

Agar Ardas sungguh menjiwai hati setiap umat, pertama-tama perlu adanya sosialisasi. Kita semua, tanpa kecuali, ikut bertanggung jawab menyebarkan, mengkomunikasikan serta menanamkan pilar-pilar Ardas KAJ di hati semua umat hingga ke tingkat yang terkecil. Itulah harapan dan tanggung jawab kita bersama. (Dimuat di Majalah WARNA edisi September 2011).

Heri Kartono, OSC

Kamis, 18 Agustus 2011

Paroki Santa Helena (17 Agustus 2011)




17 AGUSTUS DAN PESTA RAKYAT

Sambil menyanyikan lagu “Hari Merdeka” umat melambai-lambaikan bendera merah-putih kecil di tangan mereka. Suasana terasa meriah campur haru. Itulah sekilas Misa 17 Agustus 2011 di Paroki Santa Helena, Curug. Koor OMK (Orang Muda Katolik) dibantu grup Orkes Keroncong pimpinan pak Ade Hidayat dari Bonang, turut meramaikan misa kemerdekaan tersebut.

Dalam misa kali ini, ada yang agak lain dari biasanya. Setelah pembacaan Injil, pastor Paroki menyampaikan bahwa pemberi renungan adalah seorang awam, yaitu Bapak Lawrence Tjandra, seorang pengamat sosial. “Topik kali ini agak khusus, jadi seorang pengamat akan lebih kena dalam memberi renungan”, begitu pastor Paroki memberi alasan.

Lawrence Tjandra, yang bekerja di bidang Public Relations, memberi ulasan menarik tentang kondisi bangsa kita. Dengan contoh-contoh yang gamblang, Lawrence menyadarkan umat bahwa bangsa kita seolah-olah hebat dan besar namun keropos. “Hampir semua bidang penting seperti air, komunikasi, per-bank-an dikuasai pihak asing!”, ujarnya lantang. Lawrence mengajak umat untuk turut peduli pada nasib bangsa dan menggali nilai-nilai luhur bangsa kita, bukannya malah membanggakan nilai-nilai bangsa lain.

Selesai memberi renungan, secara spontan umat memberi aplaus dengan tepuk tangan panjang. Atas kejadian tersebut, pastor Bobby yang memimpin Misa memberi komentar: “Selama bertahun-tahun saya berkotbah, tak pernah saya mendapat tepuk tangan. Tapi, pak Lawrence ini baru pertama kali berkotbah, langsung mendapat tepuk tangan meriah!!”, ujar Pastor Bobby disambut tawa umat.

Sesudah Misa, acara dilanjutkan dengan Pesta Rakyat di Plaza Gereja. Panitia menyediakan aneka macam jajanan dan minuman rakyat seperti Ubi goreng, Kacang Rebus, Jagung Rebus, Bakso, Wedang Jahe, Wedang Ronde. Coca Cola, Fanta dan Air Mineral-pun tersedia. “Kami perkirakan yang datang sekitar 300-an orang, tapi ini lebih dari 600 orang yang datang!”, keluh bu Betty yang mengkoordinir konsumsi. Beberapa orang memang gigit jari karena kehabisan makanan.

Umat yang telah mengambil makanan dan minuman, mencari tempat duduk yang diatur secara berkelompok. Sambil menikmati makanan-minuman, umat disuguhi musik keroncong dari atas panggung. Malam yang cerah dengan penerangan puluhan obor membuat suasana terasa nyaman. “Asyik sekali acara malam ini ya!”, celetuk seorang ibu sambil melahap bakso di tangannya. (Foto atas: Pak Lawrence Tjandra, jepretan pak Jo Hanafi).

Heri Kartono.