Selasa, 29 November 2011

A.M. Lilik Agung


AKU MEMBERI! AKU MENDAPAT

Nama paroki itu Santa Helena. Berlokasi di daerah Tangerang dan masuk wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Pada Januari 2012 lusa, Paroki Santa Helena genap berusia lima tahun. Sebuah usia yang pantas disebut belia. Walaupun berusia belia, Paroki Santa Helena sudah menunjukkan diri sebagai salah satu Paroki yang memberi kontribusi signifikan, tidak saja bagi umatnya, namun juga Keuskupan Agung Jakarta, bahkan Indonesia.

Berlokasi di wilayah prestisius Lippo Karawaci, Paroki Santa Helena sering disebut dengan paroki “kaya.” Sebutan ini muncul karena umatnya yang berasal dari Lippo Karawaci merupakan golongan masyarakat kelas atas. Tak heran apabila setiap misa, halaman gereja yang luas tidak mampu menampung ratusan mobil yang dijadikan sarana utama transportasi umatnya.

Pada usia menjelang lima tahun, Paroki Santa Helena sedang membangun gedung pastoran sekaligus gedung pertemuan. Tepat disamping gereja, kelak gedung pastoran ini akan menjadi gedung megah lagi indah. Seperti dengan paroki-paroki lain yang sedang membangun gereja ataupun pastoran, Paroki Santa Helena membutuhkan banyak dana. Aneka kegiatan dihelat untuk mencari sumber pendanaan ini.

Dalam konteks ini, Paroki Santa Helena layak diapresiasi. Di tengah dirinya sendiri jungkir balik menghimpun dana, tetap saja Paroki Santa Helena terbuka untuk berbagi dengan paroki atau lembaga gereja lain. Menjadi sebuah kejadian yang biasa manakala hampir setiap minggu paroki atau organisasi gereja yang tidak hanya sebatas Keuskupan Agung Jakarta namun lintas Keuskupan, mencari dana di Paroki Santa Helena. Mulai dari pembangunan gereja, panti asuhan, sekolah (pendidikan), hingga bencana alam. Bergantian mereka menghimpun dana di Paroki Santa Helena.

Saya belum pernah bertanya kepada Romo Heri Kartono OSC, Romo Kepala sekaligus penulis produktif majalah Hidup, menyoal fenomena ini. Yang ada dalam logika saya, para Romo dan anggota Dewan Paroki di Paroki Santa Helena mempraktikkan ajaran gereja dengan paripurna. Sederhananya, ajaran Gereja menuturkan jika kamu memberi, kamu akan mendapat. Semakin banyak memberi berbanding lurus dengan semakin banyak mendapat. Tanpa segan Paroki Santa Helena melalui umatnya membuka diri untuk berbagi kepada berbagai pihak yang bermaksud menghimpun dana disini.

Apakah umat yang dibombardir aneka sumbangan merasa jenuh, jengah dan jumpalitan atas kejadian ini? Ternyata tidak. Walaupun saya bukan umat Paroki Santa Helena, merasakan sendiri kehadiran umat justru semakin meningkat. Gedung gereja yang luas dipastikan tidak mampu menampung umat yang mengikuti misa kudus.

Apa yang terjadi di Paroki Santa Helena banyak pula dilakukan oleh paroki-paroki “kaya” yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Walaupun sudah banyak, tetap saja kalah banyak dibanding dengan paroki-paroki ‘kaya’ dalam memperlakukan paroki atau lembaga gereja lain yang ingin menghimpun dana. Pengalaman saya dalam kegiatan karitatif di mana memerlukan bantuan gereja paroki untuk menghimpun dana, menghadapi hadangan tembok tebal, entah tembok itu dibangun oleh romo kepala atau birokrasi paroki yang tidak kalah ruwet dibanding birokrasi pemerintah Indonesia. Dengan berbagai alasan yang kadang masuk akal namun kadang jauh dari logika akal, banyak paroki menolak permohonan pihak lain.

Menghimpun dana dari sebuah paroki memang tidak diatur dengan ketat oleh Keuskupan. Intinya, pastor dan dewan paroki memiliki otonomi mutlak untuk memilih kelompok-kelompok mana yang memiliki peluang untuk menghimpun dana. Namun berbasis pada Gereja di Paroki Santa Helena, mengendurkan aturan dan membabat birokrasi yang rumit jauh lebih bijak ketimbang membangun tembok tebal atas nama melindungi umat dari gempuran permintaan sumbangan.

Tradisi menyumbang dan berbagai kegiatan sosial maupun karitatif sudah berlangsung lama pada lingkungan Gereja. Umat dengan kesadaran tinggi memiliki nurani untuk berbagi kepada sesamanya. Apalagi jika sesama itu anggota Gereja. Tak ayal umat dengan sukarela merogoh koceknya.

Pun bagi gereja sebuah paroki. Gereja tidak akan rugi ataupun ‘bangkrut’ jika umatnya banyak berderma pada organisasi lainnya. Umat juga tidak merasa tertekan dengan aneka sumbangan, karena sifat sumbangan ini sukarela. Bahkan terlihat umat berbondong-bondong menyumbang, tidak peduli berapa besar sumbangan itu.

Aku memberi maka aku mendapat, menjadi bahan homili yang sering dibawakan oleh para romo dengan berbagai versi. Homili ini akan menemukan relevansi manakala umat yang mendengar homili ini mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Pun relevansi ini tambah berbobot apabila terjadi pada lingkungan paling dekat, yaitu gereja. Sudah pantas apabila gereja membuka diri untuk berbagi kepada sesama anggota gereja. Paroki Santa Helena sudah mempraktikkan. Bagaimana dengan gereja Anda? (dimuat di Majalah HIDUP edisi 20 November 2011).

A.M. Lilik Agung

lilik@highleap.net

Senin, 29 Agustus 2011

Pemberkatan Rumah (St.Helena, KAJ)




Rekor Pemberkatan Rumah

Pemberkatan Rumah merupakan salah satu tradisi yang sudah ada sejak awal kristianitas. Bahkan, dalam Perjanjian Lama, kebiasaan memberkati rumah sudah ada. (Kej 39: 5….”Tuhan memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf……”. 2Samuel 6:11…”Tuhan memberkati Obed-Edom dan seisi rumahnya”). Dalam agama lain, tradisi pemberkatan rumah juga dikenal. Sekurang-kurangnya agama Hindu dan Budha memiliki kebiasaan ini.

Di masa lalu, pemberkatan rumah dikaitkan secara nyata dengan fungsi eksorsisme atau pengusiran roh-roh jahat. Namun beberapa tahun terakhir (khususnya sejak Konsili Vatikan II) fungsi eksorsisme tidak lagi terlalu ditekankan, kendati tetap ada.

Untuk pemberkatan rumah, air yang digunakan biasanya dicampuri dengan garam. Air berkat yang dicampuri garam dipercaya dapat menghilangkan hal-hal yang buruk, termasuk roh-roh jahat. Kebiasaan ini bersumber dari tradisi lama. Kita dapat menjumpainya dalam Kitab 2 Raja 2: 19-22. Tuhan memerintahkan nabi Elisa untuk mencampurkan garam ke dalam air sehingga air tersebut terbebas dari segala pengaruh buruk.

Cara pemberkatan rumah bisa saja beragam. Di tanah Karo, Sumatera Utara, misalnya, pemberkatan rumah (mengket rumah mbaru) dilaksanakan pagi hari, sebelum matahari terbit. Tuan rumah, pastor bersama umat, termasuk pernanden, mengadakan prosesi dari tempat tinggal yang lama menuju rumah baru yang akan diberkati. Di daerah lain, khususnya perkotaan, acara pemberkatan rumah biasanya diadakan malam hari, sepulang orang dari kerja.

Kendati waktu dan cara bisa berbeda, pemberkatan rumah memiliki tujuan yang sama. Lewat pemberkatan, kita mengundang Tuhan untuk tinggal di rumah kita. Kita juga memohon agar Tuhan berkenan menjaga serta melindungi rumah seisinya dari segala bahaya dan gangguan.

Di Paroki Santa Helena, Curug, tradisi pemberkatan rumah biasa juga dilakukan. Hampir setiap warga baru biasanya meminta pastor memberkati rumah mereka. Ada banyak pemukiman baru di wilayah paroki St.Helena. Karenanya, tidak jarang tenaga imam yang tersedia tidak mencukupi. Untuk mengatasi hal ini, beberapa lingkungan/ wilayah berinisiatif mengadakan pemberkatan rumah massal. Wilayah Ubud misalnya, belum lama ini mengundang pastor paroki untuk memberkati 7 rumah sekaligus. Namun rekor terbanyak dipegang lingkungan St.Antonius Padua, Saribumi. Baru-baru ini, lingkungan yang diketuai bapak Yanuarius Taweru mengundang pastor paroki untuk memberkati 13 rumah sekaligus. Untunglah semuanya berada di lokasi yang berdekatan, yaitu di Perumahan Puri Nusa. Untuk keperluan itu, pengurus lingkungan menyediakan satu drum air plus beberapa botol air mineral. Dengan berseloroh pastor paroki berkata: “Ini air untuk memberkati rumah atau untuk mandi??”. (Foto2 dari Pak Benny Sugiarto)

Heri Kartono, OSC

Sabtu, 20 Agustus 2011

Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (KAJ)



SEPERTI PEMAIN BOLA DI BRASIL

Menarik bila kita membandingkan pemimpin bangsa yang pernah kita miliki. Bung Karno, amat populer karena pandai menggerakkan orang dengan pidatonya yang berapi-api. Ia seorang tokoh yang penuh kharisma. Namun, Bung Karno dianggap tidak memiliki system yang jelas. Sebaliknya Suharto, bila ia berpidato, orang lebih memililih mematikan radionya. Suharto seperti yang gagap bila harus berorasi. Meski demikian, ia dianggap memiliki program yang jelas. Pelita atau Pembangunan Lima Tahun adalah salah satu yang dihasilkan pada era pemerintahannya. Pemimpin yang lain, Habibi, Megawati dan Gus Dur, masing-masing memiliki gaya tersendiri. Bagaimana dengan kepemimpinan SBY? Silahkan anda menilainya sendiri.

Sosok pemimpin amat penting bagi suatu kelompok. Pemimpin yang mempunyai visi yang jelas dan inspiratif, mampu membawa orang yang dipimpinnya menuju cita-cita bersama yang mulia. Hal yang sama berlaku di lingkungan Gereja. Kemana umat dan Gereja akan melangkah maju, sebagian ditentukan oleh pemimpinnya. Dalam rangka itu, Uskup kita, Mgr.Ign.Suharyo Pr telah mencanangkan Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta (Ardas KAJ) untuk jangka waktu lima tahun ke depan (2011-2015).

Ardas KAJ yang diumumkan Paskah 2011 yang lalu, pada intinya memuat tiga pilar utama. Pertama, Ardas mengajak kita memperdalam iman akan Yesus Kristus. Iman kepada Kristus diyakini melandasi segala tindakan konkrit kita. Kedua, Ardas mengajak kita bersama membangun persaudaraan sejati. Sejatinya, Gereja tidak mengenal pembedaan ras, suku atau apapun. Kita semua adalah anak-anak Allah. Oleh sebab itu, persaudaraan sejati adalah amat Kristiani… Ketiga, Ardas mendorong kita untuk terlibat dalam pelayanan kasih di tengah masyarakat. Gerak langkah kita tidak hanya berlaku untuk kalangan kita sendiri melainkan juga untuk masyarakat di sekitar kita. Ardas menyadarkan bahwa kita adalah bagian dari masyarakat luas. Ketiga pilar Ardas tersebut tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan satu kesatuan.

Apa sih perlunya Ardas? Pertanyaan seperti ini bisa saja muncul di benak kita. Mungkin ilustrasi berikut ini dapat membantu kita menjawab pertanyaan tsb. Di Tangerang ada banyak lapangan sepak bola. Di Brasil juga. Kondisi lapangan bisa sama persis, demikian juga aturan permainan-nya. Namun, mengapa di Brasil dapat tercipta pemain-pemain kaliber internasional sementara di Tangerang tidak? Nampaknya di Brasil ada hal yang menggerakan, mendorong dan membakar hati orang sehingga mereka mampu berprestasi maksimal. Itulah yang membedakan. Diharapkan, Ardas juga mampu menggerakkan, mendorong dan membakar hati kita untuk secara maksimal mengembangkan hidup kristiani kita.

Agar Ardas sungguh menjiwai hati setiap umat, pertama-tama perlu adanya sosialisasi. Kita semua, tanpa kecuali, ikut bertanggung jawab menyebarkan, mengkomunikasikan serta menanamkan pilar-pilar Ardas KAJ di hati semua umat hingga ke tingkat yang terkecil. Itulah harapan dan tanggung jawab kita bersama. (Dimuat di Majalah WARNA edisi September 2011).

Heri Kartono, OSC

Kamis, 18 Agustus 2011

Paroki Santa Helena (17 Agustus 2011)




17 AGUSTUS DAN PESTA RAKYAT

Sambil menyanyikan lagu “Hari Merdeka” umat melambai-lambaikan bendera merah-putih kecil di tangan mereka. Suasana terasa meriah campur haru. Itulah sekilas Misa 17 Agustus 2011 di Paroki Santa Helena, Curug. Koor OMK (Orang Muda Katolik) dibantu grup Orkes Keroncong pimpinan pak Ade Hidayat dari Bonang, turut meramaikan misa kemerdekaan tersebut.

Dalam misa kali ini, ada yang agak lain dari biasanya. Setelah pembacaan Injil, pastor Paroki menyampaikan bahwa pemberi renungan adalah seorang awam, yaitu Bapak Lawrence Tjandra, seorang pengamat sosial. “Topik kali ini agak khusus, jadi seorang pengamat akan lebih kena dalam memberi renungan”, begitu pastor Paroki memberi alasan.

Lawrence Tjandra, yang bekerja di bidang Public Relations, memberi ulasan menarik tentang kondisi bangsa kita. Dengan contoh-contoh yang gamblang, Lawrence menyadarkan umat bahwa bangsa kita seolah-olah hebat dan besar namun keropos. “Hampir semua bidang penting seperti air, komunikasi, per-bank-an dikuasai pihak asing!”, ujarnya lantang. Lawrence mengajak umat untuk turut peduli pada nasib bangsa dan menggali nilai-nilai luhur bangsa kita, bukannya malah membanggakan nilai-nilai bangsa lain.

Selesai memberi renungan, secara spontan umat memberi aplaus dengan tepuk tangan panjang. Atas kejadian tersebut, pastor Bobby yang memimpin Misa memberi komentar: “Selama bertahun-tahun saya berkotbah, tak pernah saya mendapat tepuk tangan. Tapi, pak Lawrence ini baru pertama kali berkotbah, langsung mendapat tepuk tangan meriah!!”, ujar Pastor Bobby disambut tawa umat.

Sesudah Misa, acara dilanjutkan dengan Pesta Rakyat di Plaza Gereja. Panitia menyediakan aneka macam jajanan dan minuman rakyat seperti Ubi goreng, Kacang Rebus, Jagung Rebus, Bakso, Wedang Jahe, Wedang Ronde. Coca Cola, Fanta dan Air Mineral-pun tersedia. “Kami perkirakan yang datang sekitar 300-an orang, tapi ini lebih dari 600 orang yang datang!”, keluh bu Betty yang mengkoordinir konsumsi. Beberapa orang memang gigit jari karena kehabisan makanan.

Umat yang telah mengambil makanan dan minuman, mencari tempat duduk yang diatur secara berkelompok. Sambil menikmati makanan-minuman, umat disuguhi musik keroncong dari atas panggung. Malam yang cerah dengan penerangan puluhan obor membuat suasana terasa nyaman. “Asyik sekali acara malam ini ya!”, celetuk seorang ibu sambil melahap bakso di tangannya. (Foto atas: Pak Lawrence Tjandra, jepretan pak Jo Hanafi).

Heri Kartono.

Sabtu, 30 Juli 2011

St.Helena Charity Golf Tournament




NYARIS TERJATUH DI ATAS PANGGUNG

Jenderal (Purn) Subagyo AS, asyik berduet di atas panggung. Dengan suaranya yang menggelegar, ia menyanyikan lagu Bojo Loro dari album Didi Kempot sambil berjoget. Jenderal Subagyo adalah salah satu peserta Santa Helena Charity Golf Tournament (28 Juli 2011). Tournament yang diikuti 107 peserta ini diadakan di Gunung Geulis Country Club, Bogor. Para peserta terdiri atas pengusaha, pelaku bisnis, eksekutif perusahaan dari wilayah Jabodetabek.

Total hadiah Hole in One senilai satu milyar rupiah. Sementara itu, disediakan juga aneka macam hadiah Door Prize seperti Stick Golf, BlackBerry, TV dll. Door Prize utama adalah satu unit Mobil Xenia. Acara dimulai pada jam 07.00 pagi hingga menjelang sore.

Tournament Golf bergengsi ini diadakan dalam rangka pencarian dana untuk melanjutkan pembangunan Gedung Pelayanan Pastoral St.Helena. Bapak Franciscus Chandra, ketua panitia, mengungkapkan bahwa acara ini disiapkan dengan sungguh-sungguh sejak beberapa bulan yang silam. Kendati tidak semuanya berjalan sesuai rencana, namun penggalangan dana ini dinilai sukses. Bu Lucia dan Pak TjeTje, anggota panitia, menyatakan kepuasannya atas program ini. Sementara itu, ibu Suanning menjelaskan bahwa panitia berhasil mengumpulkan dana yang cukup memuaskan.

Tournament Golf sendiri berakhir tengah hari. Sesudahnya acara dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan suguhan live music. Artis Chicha yang pernah menjadi Runner Up AFI Junior turut memeriahkan suasana. Penampilan Chicha dengan lagunya To Love You More (Celine Dion) dan Biru (Vina Panduwinata) langsung menghangatkan suasana. Disela-sela acara hiburan itu, dilakukan lelang lukisan dan karpet serta pembagian Door Prize. Yang beruntung memenangkan Door Prize utama (mobil Xenia) adalah bapak Farjumzal, peserta golf dari Cilegon.

Keseluruhan acara dipandu oleh Rosa Fitria atau lebih populer dengan panggilan Ocha. Finalis Stardut asal kota Malang ini dibantu seorang Pembawa Acara setempat. Ocha yang pernah menjadi runner up Pop Singer Pelajar Nasional ini, mampu membuat hadirin senyum-senyum dengan komentar-komentar jenakanya. Selain menjadi pemandu acara, Ocha juga beberapa kali melantunkan lagu. Saat menyanyikan lagu Keong Racun, Ocha berjingkrak-jingkrak mengikuti irama lagu. Saking semangatnya, Ocha nyaris terjungkal di atas panggung sampai 3 kali. Rupanya Ocha lupa, dengan sepatunya yang memiliki hak super tinggi, mustinya ia berjalan dengan tenang dan hati-hati, bukannya jingkrak-jingkrak….!! (Heri Kartono)

Foto 1: Jenderal (Purn) Subagyo AS sedang berduet. Foto 2: Rosa alias Ocha.

Heri Kartono (dimuat di Majalah HIDUP edisi 21 Agustus 2011).

Selasa, 26 Juli 2011

Jadwal Misa dan Alamat St.Helena, Curug.




Jadwal Misa di Paroki St.Helena, Curug.

Week End:

Sabtu Jam 17.30

Minggu Jam 07.00; jam 09.00 dan jam 17.30

Misa Harian:

Senin s/d Sabtu jam 06.00 pagi.

Misa Jumat I: Jam 19.00

Misa di Kapel Bonang: Jumat II & IV jam 19.30


ALAMAT KAMI

Gereja St. Helena

Jln. Permata Kasih VI

Blok C12 No. 1, Taman Permata

Lippo-Karawaci-Tangerang 15810

Telp 021-55657370

Untuk Mencapainya, jika bawa kendaraan dari arah Jakarta lewat TOL ARAH TANGERANG/MERAK:

1. 1... Exit KARAWACI.

2. 2... Ambil Lippo Sentral.

3. 3... Melewati UPH.

4. 4... Melewati Mc.Donald & Hotel Imperial Aryaduta.

5. 5... Melewati RS.Siloam (RS-nya di sebelah kanan).

6. 6... Melewati Wihara Budha/ Sekolah ATISA.

... B....Langsung Belok Kiri, Tanya pak Satpam

.... ......(Jarak dari Exit Tol ke Gereja, sekitar 1 Km)

..

Sabtu, 16 Juli 2011

Poco-poco (Paroki St.Helena)





CAYA-CAYA DAN POCO-POCO DI HELENA

Seratus limapuluh orang bersenam ria di Plaza Gereja Santa Helena, Sabtu pagi (16 Juli 2011). Senam Aerobik, Poco-poco dan Caya-caya satu demi satu dimainkan dengan panduan grup Ella Dancers. Acara senam massal ini dilaksanakan sebagai pembukaan rangkaian acara Pesta Nama dan Pesta Paroki St.Helena.

Wilayah Curug yang menjadi panitia menyediakan 24 hadiah/doorprize yang dibagikan pada akhir senam. Hadiah paling menarik adalah sebuah perangkat Black Berry. Semua hadiah berasal dari para sponsor, yaitu: Mayora Group, Hypermart; Cikarang Water Boom dan Rekso Country Choice. Salah satu sponsor, yaitu Bank Mayora, sekaligus membuka stand di tempat. Orang yang membuka rekening, mendapat pelbagai hadiah dan cash back senilai Rp 200 ribu. Seorang anggota PDKK langsung membuka 5 rekening sementara pak Nico ikut “menangkapi” orang untuk buka rekening di Bank Mayora. “Jangan-jangan pak Niko mendapat komisi!”, bisik seorang ibu setengah bergurau.

Sejak jam 04.30 pagi, panitia sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan senam. Acara dimulai pada jam 07.15 dengan doa disusul sambutan dari Pastor Paroki dan Ketua Panitia. Pastor Paroki menyampaikan penghargaan serta pujian atas inisiatif acara tersebut sambil juga mengucapkan terima kasih atas dukungan pelbagai pihak. Kemudian secara simbolis Piala bergilir yang tahun lalu direbut wilayah Permata, diserahkan pada Panitia pesta nama.

Acara senam berlangsung meriah. Sekali-kali terdengar teriakan bersemangat atau tepuk tangan. Semua berkeringat sesudah jingkrak-jingkrak selama satu setengah jam. Sesudahnya, semua mendapat beberapa jenis minuman gratis dari sponsor. Sekitar 10 fotografer dari St.helena Fotografer Club ikut meramaikan dan mengabadikan kegiatan ini. Selesai acara, seorang nenek dengan wajah penuh keringat bertanya: “Pastor kapan acara ini diadakan lagi?”. Tidak jelas apakah nenek ini memang senang senam atau senang menerima pelbagai hadiah sponsor. Yang pasti, beberapa yang hadir seperti Pak Effendi, pak Liem dan bu Ani sepakat untuk meneruskan acara gembira ini di masa datang.

Pesta Paroki sendiri akan berlangsung hingga 2 Oktober nanti. Telah disiapkan beragam perlombaan bagi segala lapisan umat, mulai dari anak-anak hingga dewasa, mulai dari Lomba mewarnai gambar hingga Futzal. Jadwal lengkap telah dipasang panitia dalam sebuah poster raksasa di halaman depan gereja.

Heri Kartono. (Foto2 jepretan pak Andi Singgih)

Kamis, 30 Juni 2011

Karyawan St.Helena (1)



KO DI RONDE PERTAMA

Tanggal 29 Juni 2011 adalah hari libur, hari besar dan hari yang amat menyenangkan, sekurangnya bagi karyawan paroki St.Helena. Hari ini seluruh karyawan bersama keluarganya mengadakan piknik bersama ke Dunia Fantasi, Ancol. Adapun yang mengatur acara ini adalah bu Rini, HRD paroki St.Helena, dibantu bu Betty dan bu Ningsih, seksi Rumah Tangga.

Kami berangkat pukul 08.30 beriringan dengan 4 kendaraan, termasuk kendaraan pastor paroki. Suasana riang gembira sudah terasa sejak dari bedeng. Bu Betty dan bu Ning sibuk mengatur perbekalan: nasi kotak, snack dan minuman mineral. Perjalanan lancar dan cuaca amat bagus.

Nampaknya banyak orang memilih tujuan yang sama untuk melewatkan hari libur. Dufan terasa penuh sesak dengan manusia. Untuk antri tiket-pun harus memiliki kesabaran besar. Bu Rini yang mengorbankan dirinya untuk antri, sempat kesal. Pasalnya, harga tiket ternyata lebih mahal 20% dari biasanya. Sementara itu, para karyawan dan keluarganya, memanfaatkan waktu menunggu dengan membuka bekal yang dibagi seksi Rumah Tangga. “Lumayan, sarapan kedua!”, ujar pak Jana yang baru pertama kalinya ke Dufan.

Sesudah tiket didapat, kami beramai-ramai memasuki Dufan. Di semua wahana orang harus antri. Satu-satunya tempat dimana tidak terlihat antrian adalah Musola! Sementara antrian paling panjang adalah di wahana Istana Boneka.

Daya tahan karyawan St.Helena dan keluarganya rupanya tidak sehebat penampilannya. Anak pak Jamong, laki-laki sejati meski bernama Fero, adalah yang pertama tumbang. Ia muntah-muntah sesudah turun dari permainan Pontang-Panting. Pak Jamong sendiri juga mengikuti jejak anaknya, tumpah. Yang mengharukan adalah para Satpam kita. Badan mereka tegap-tegap dan berotot. Dengan gagah berani, mereka langsung memilih permainan paling berat: Tornado. Sesungguhnya permainan ini membutuhkan nyali dan ketahanan fisik yang bagus. Hampir semua orang yang ikut dalam permainan ini menjerit-jerit histeris. Maklumlah, tubuh mereka dihempas-hempas dan dijungkir-balikkan di udara dengan kecepatan tinggi. Sesudah turun dari Tornado, pak Ivan yang berbadan paling kekar, berjalan terhuyung-huyung dengan wajah pucat pasi. Ia langsung mencari kursi untuk duduk, menenangkan diri. Pak Alex malah lebih parah. Ia tiba-tiba seperti yang kehilangan gairah hidupnya. Ia dipapah berjalan ke belakang pohon untuk muntah. Saat ditawari untuk mengikuti permainan berikutnya, dengan lemah pak Alex menjawab: “Cukup…!”. Para Satpam St.Helena yang perkasa itu nampaknya langsung KO di Ronde pertama!

Heri Kartono.

Senin, 20 Juni 2011

Syuting di Paroki Santa Helena



PANTI ASUHAN GUNUNG TIDAR

Pada hari Kamis (9 Juni, 2011) yang lalu, seorang umat terkejut saat berkunjung ke pastoran. Pasalnya, di samping pastoran ada banyak anak remaja sedang makan nasi bungkus sambil duduk di rerumputan. Tidak hanya itu, di salah satu sudut gedung terpasang papan dengan tulisan PANTI ASUHAN GUNUNG TIDAR. “Sejak kapan pastoran St.Helena menjadi panti asuhan?”, begitu pikirnya. Untunglah kebingungannya tidak berlangsung lama. Pak Jamong, petugas Gereja menjelaskan bahwa sedang ada syuting RCTI.

Syuting sinetron berjudul KUBENCI TAPI KUSAYANG berlangsung pada hari Kamis dan Jumat (9-10 Juni) di komplek paroki St.Helena. Tempat yang digunakan adalah Sekretariat, sebagian pastoran dan ruang-ruang di Bedeng. Peralatan yang dibawa pihak RCTI sangat lengkap. Mereka membawa genset sendiri, peralatan kostum bahkan tempat tidur Panti Asuhan! Untuk membawa segala peralatan, crew dan para pemain, dibutuhkan sekitar 20 kendaraan RCTI. Konvoi kendaraan ini sempat tertahan di pos Satpam Perumahan karena tidak memiliki surat ijin masuk. Untunglah sesudah disusulkan surat ijin, iring-iringan kendaraan bisa masuk dan parkir di pelataran Gereja.

Hari pertama syuting berlangsung hingga jam 00.30 dinihari. Sebenarnya mereka sudah diingatkan untuk menghentikan kegiatan jam 23.00, supaya tidak mengganggu tetangga. Namun, syuting tetap dilanjutkan namun tanpa mengeluarkan banyak kegaduhan.

Sinetron KUBENCI TAPI KUSAYANG ini merupakan program kerja sama antara RCTI dengan KOMSOS KAJ. Untuk menghemat biaya, mereka mencari lokasi yang cocok namun gratis. Maka dipilihlah paroki St.Helena sebagai lokasi syuting. Paroki St.Helena yang memiliki halaman luas dan fasilitas memadai, memang memenuhi harapan Crew. Belum ada kabar kapan sinetron ini akan ditayangkan. Kita tunggu saja. (Foto2 kiriman pak Priyo)

Heri Kartono

Jumat, 20 Mei 2011

Kerja Bakti (St.Helena)



JUS DAN NASI GORENG

Sekali-kali kerja bakti itu menyenangkan. Bersama para karyawan gereja saya membersihkan jalan di depan gereja. Jalan ini mengarah ke jalan raya sesudah melewati pos Satpam perumahan.

Di dekat gerbang luar, tanaman liar terlalu rimbun, kotor dan gelap di waktu malam. Nampaknya sudah lama pihak TMD tidak tergerak untuk merapihkan. Lokasi tsb agak jauh dari gereja dan berada di depan rumah-rumah tetangga. Saya menyuruh pak Stephan, Satpam Gereja, meminta ijin tetangga untuk “merapihkan” pohon-pohon dan tanaman di depan rumah mereka. Karena belum tentu maksud baik kami diterima dengan baik pula.

Saat kami sedang bekerja, tetangga pertama keluar, seorang Chinese asal Medan. Sesudah berbasa-basi, iapun kembali ke rumahnya. Tak lama kemudian, tetangga ini mengirim sepuluh gelas aqua untuk kami. Satu jam berselang, tetangga kedua keluar, seorang ibu berpostur ramping. Saat melihat saya, ibu ini berteriak: “Lho romo ikut bekerja juga tho?!”, serunya dengan nada terkejut. Rupanya ibu yang ramah ini warga paroki kami. Sesudah menyapa dengan ramah, ibu ini bergegas masuk rumah. Sepuluh menit kemudian, tetangga ini keluar lagi sambil membawa tiga gelas besar jus jeruk dan beberapa potong kue. Saya, pak Kemi dan pak Nur langsung malahapnya. Pak Pandi, Stephan dan pak Slamet yang sedang sibuk mengecat di bagian lain, tidak kami sisakan

Menjelang tengah hari, ibu Monik, tetangga yang beragama Katolik tadi, keluar lagi bersama pembantunya. Ternyata ia telah menyiapkan makan siang untuk kami semua: Nasi Goreng spesial! Kali ini Slamet, Pandi dan Stephan turut menikmati makan siang gratis dari tetangga yang baik hati. Sambil menyantap makan siang, pak Kemi bertanya: “Romo, kapan kita kerja-bakti bersama lagi………?” Tidak jelas apakah pak Kemi memang senang kerja bakti ataukah lantaran mendapat makan siang gratis…

Heri Kartono, OSC

Sabtu, 23 April 2011

Tablo Jalan Salib di Paroki St.Helena

KHAWATIR NASIB YESUS

Acara Tablo Jalan Salib di paroki St.Helena, Lippo-Karawaci berlangsung meriah (22/04/2011). Acara yang dimulai jam 08.00 pagi ini dihadiri banyak umat paroki, mulai dari anak-anak sampai opa dan oma. Tablo yang disutradari oleh pak Anton Kaswadi ini dibawakan oleh muda-mudi wilayah Bonang.

Para aktor bermain dengan sungguh-sungguh. Rakyat jelata yang diperankan oleh Oyen dkk, misalnya, tampak galak dengan bentakan dan teriakan yang keras. Namun, saat Yesus didera dan dipaku, Oyen yang seharusnya tetap berperan sebagai rakyat yang galak malah meneteskan mata dengan haru. “Saya sungguh terharu melihat penderitaan Yesus”, ujar Oyen seusai acara.

Yesus, yang diperankan oleh Ryan, rupanya memang menderita akibat kesungguhan para pemain. Secara keseluruhan para aktor bermain dengan sepenuh hati. Begitu sungguh-sungguhnya mereka bermain, sampai-sampai para prajurit yang mustinya hanya sekedar ber-akting malah memecut Yesus sungguhan. Akibatnya Yesus berteriak sungguhan juga. Kelihatan punggung Yesus bilur-bilur merah, padahal belum diolesi cairan pewarna. Pak Jo Hanafi, salah satu fotographer yang mengabadikan adegan demi adegan dari dekat sampai geleng-geleng kepala. “Gila tuh para pemain, galak bener!”, ujarnya.

Tidak hanya pak Jo, para penonton lain juga menyaksikan kegalakan prajurit-prajurit. Yesus sampai lima kali terjatuh dan tertindih salib yang dibawanya karena ditendang dan didorong dengan keras oleh para serdadu. Tentu saja ini diluar skenario karena seharusnya Yesus hanya jatuh cukup 3 kali saja.

Melihat Yesus yang “babak-belur”, pastor paroki yang ikut menyaksikan, sempat khawatir. Kepada umat yang berdiri di sebelahnya, pastor berbisik: “Pak, jangan-jangan selesai acara ini, Yesus harus langsung dibawa ke RS.Siloam!”. Untunglah Yesus tetap segar bugar, hanya menderita beberapa memar dan lecet-lecet belaka. (Foto kiriman Aditya Pratama)

Heri Kartono

Senin, 07 Maret 2011

Ulang Tahun


TULISAN KRESENTIA WIWIK

Pastor Heribertus Kartono OSC, 1 tahun sudah Pastor Heri berkarya di Paroki St. Helena – Curug, Lippo Village. Tak terasa, cita – citanya menjadi Pastor desa juga kesampaian di paroki ini. Wong namanya Lippo Village artinya juga Desa Lippo. Bisa dilihat dari contoh umatnya, ada yang mengikuti Ekaristi memakai sandal jepit dan celana pendek, tidak jauh beda dengan suasana di desa bukan? Selain itu ada hal yang melengkapi suasana desa dan membuat saya tersenyum simpul dan bertanya dalam hati ‘apa Pastor Heri tidak bosan ya hampir tiap hari makan dengan sayur asem’. Menu favorite Pastor Heri memang sayur asem, tapi kebayang kan kalau tiap hari umat menyajikan yang favorite buat pastornya. Namun demikian, namanya juga Pastor Heri ya semua itu dinikmati saja, toh semua tidak akan ada bedanya jika sudah masuk ke perut, sang perut tidak bisa membedakan mana sayur asem atau sayur lodeh bukan?

Banyak hal menarik seputar kegiatan Pastor Heri dengan umatnya. Gowes adalah kegiatan yang cukup sering dilakukan di waktu senggangnya, tentu umat dengan senang hati menemani pastor gowes. Namun Pastor Heri lupa, bagi umat gowes adalah sarana untuk olah raga tapi bagi pastor gowes untuk bersantai. Alhasil panas dan pegalnya bokong terasa berhari – hari setelah gowes dengan beberapa umat. Sejak itu kalau mau gowes, pastor mencari waktu senggang yang umatnya sedang sibuk bekerja.

Pastor Heri juga punya keunikan yang kerap kali ditunjukan kepada anak – anak. Membungkuk dan mengeluarkan bunyi seperti orang mengetok batok kelapa tapi kalau ini KEPALA. Dari mana suara itu masih misteri sampai sekarang.

Kesederhanaan dan kearifan Pastor Heri khususnya dalam menjawab tiap persoalan umat patutlah menjadi contoh pelayanan sebagai seorang gembala yang baik. Pastor Heri berusaha membuat umatnya tentram dan tak pernah sekalipun menghakimi seseorang, akan tetapi dengan cara – caranya yang humoris membuat kita berpikir untuk menjadi pengikut Kristus yang lebih baik.

Selamat Ulang Tahun ke 55 untuk Pastor Heri terkasih,

Semoga Panjang Umur dan Sehat Selalu

Usia boleh masuk angka pensi-un tapi kreatifitas dan pemikiran tetap bril-un ya Pastor.

Ayah, Bunda, Virgi dan Venta

**********************************************

DI BAWAH INI KIRIMAN: CAECILIA TRIASTUTI

Hari ini kurasa bahagia

Engkau hadir membawa kabar sukacita

Rengkuh jiwa-jiwa berkelana

Ingin mengalami kasih setia Sang Pencipta


Ketika dengan cinta kau nyatakan kepadaNya

Ambillah segala yang ada padaku untuk KerajaanMu

Raih kebebasan dan kemerdekaan sejati di dlm Dia

Terulur selalu kasihmu pada sesama

Oh...bersukanya penghuni Surga

Nyalakan harapan indah di hati setiap kami

Oleh karena kasih kerendahan hati dan melayani


Romo Heri,

SELAMAT BAHAGIA, ROMO, terimakasih atas surat cinta Tuhan bagi kami semua yang dengan setia Romo teruskan kepada kami setiap hari melalui kasih dan pelayananmu yang penuh cinta bagiNya. Hipp hipp huraaayy...(Uti-Malang)

Senin, 21 Februari 2011

KONSER ST.HELENA



MENGHIBUR DAN MENGGALANG DANA

Pada tanggal 15 Februari 2011, Panitia Pembangunan Perluasan Gereja (P3G) menyelenggarakan Konser bertajuk Malam Berbagi Kasih, “Giving My Heart”. Konser yang menampilkan juga artis Delon, Helena, Carlo Saba, Chicha, Sheila, The Brothers bertempat di Dome Harvest, Lippo-Karawaci. Bertindak sebagai Host: VJ Daniel dan Olga Lydia. Seluruh tiket terjual habis. Seluruh rangkaian acara, termasuk lelang, berjalan dengan baik. Kerja keras panitia membuahkan hasil memuaskan. Di bawah ini sambutan pastor paroki pada awal acara Konser.

Seorang bapa Gereja, Santo Agustinus dari Hippo (354-430) pernah berkata: “qui bene cantat, bis orat” yang berarti, “Siapa bernyanyi dengan baik, sama dengan berdoa dua kali!”. Sementara pengarang modern mengatakan “Music speaks louder than words”, musik berbicara lebih keras dari kata-kata. Dua ungkapan ini menunjukkan penghargaan yang amat tinggi terhadap musik.

Di lingkungan gereja Katolik, musik juga mendapat tempat yang penting. Perayaan liturgi hampir selalu diiringi dengan musik dan lagu. Tidak heran bahwa banyak komponis Kristiani dunia menggubah musik dan lagu-lagu gerejani. Musik jenis itu biasa disebut Musica Sacra atau musik suci. Apa yang disuguhkan dalam Konser “Berbagi Kasih”, baik oleh Koor Paroki Santa Helena maupun LVCO (Lippo Village Community Orchestra) termasuk jenis musica sacra.

Konser ini diselenggarakan selain untuk menghibur kita, juga untuk menggalang dana pembangunan gedung serba guna paroki Santa Helena. Atas nama paroki, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berpartisipasi, khususnya Koor Paroki Santa Helena, Helena Children Choir, LVCO, para artis ibu kota serta sponsor tentunya. Terima kasih juga kepada panitia yang telah berjerih-payah merancang dan menyelenggarakan acara ini. Semoga Tuhan membalas budi baik anda sekalian.

Heri Kartono, OSC - Pastor Paroki St.Helena-Curug.

Kamis, 03 Februari 2011

Imlek di St.Helena (2011)



Gong Xi Fa Cai

Ada umat yang bertanya, “Mengapa kita merayakan Misa Imlek? Bukankah tidak ada kalender liturgy yang menyebutkan soal Imlek ini?” Saya rasa ini pertanyaan yang baik untuk saya jelaskan.

Tahun Baru Cina atau Imlek atau Sincia merupakan perayaan penting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru Imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh, tanggal kelima belas, saat bulan purnama. Perayaan Imlek sering juga disebut perayaan musim semi karena jatuh pada saat musim semi mulai tiba menggantikan musim dingin yg tidak enak. Tahun ini adalah tahun 2562 masuk Tahun Kelinci emas. Di Tiongkok, tradisi perayaan Tahun Baru Imlek amat beragam. Namun, kesemuanya mempunyai kemiripan seperti perjamuan makan malam, serta penyulutan kembang api. Tahun Baru Imlek dirayakan orang Tionghoa baik yang tinggal di Daratan Tiongkok, maupun di Negara lain termasuk Indonesia.

Mengapa Gereja “ikut merayakan” Imlek? Hal ini pertama-tama berkaitan dengan Inkulturasi. Inkulturasi, singkatnya, merupakan adaptasi ajaran Gereja pada kebudayaan setempat/non-Kristiani. Praktek inkulturasi sebenarnya sudah dimulai semenjak jaman para rasul. Kesepakatan para Rasul untuk menerima pengikut Kristus non-Yahudi yang memiliki adat-istiadat berbeda, sebenarnya merupakan praktek inkulturasi pertama (Kisah Rasul 15:1-21). Tentu saja inkulturasi dapat diterapkan dengan sejumlah persyaratan tertentu. Misalnya, kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Kristiani.

Di Indonesia cukup banyak paroki merayakan Misa Imlek. Di paroki St Andreas Kedoya, paroki Kampung Duri atau paroki MBK, Tomang juga selalu ada misa Imlek, lengkap dengan dekorasi gaya imlek. Di beberapa paroki malah misa dirayakan dalam bahasa Mandarin.

Memang benar bahwa pada awalnya, tahun baru Imlek berkaitan erat dengan agama Khonghucu. Namun dalam perjalanan waktu, Imlek menjadi semacam perayaan reuni keluarga Tionghoa. Di Cina sendiri, orang dari pelbagai tempat berusaha pulang kampung untuk dapat berkumpul dengan keluarganya. Tahun 2011 ini, menurut harian KOMPAS, sebanyak 230 juta orang Cina melakukan perjalanan mudik. Suatu jumlah yang fantastis, hampir sama dengan seluruh penduduk Indonesia. Pemerintah Cina menyediakan KA tambahan hampir 300 KA ekstra setiap harinya. Kalau melihat betapa dahsyatnya jumlah orang Cina yang ingin merayakan, kita bisa membayangkan bahwa Imlek adalah amat penting bagi mereka.

Orang Tionghoa baik yang beragama Khonghucu, Katolik, Budha atau agama lain turut merayakan Imlek. Tahun baru Imlek sudah menjadi perayaan bersama, tidak lagi dimonopoli agama tertentu.

Hal ini sebenarnya mirip dengan kalender Internasional, yaitu kalender masehi yang awalnya adalah kalender kristiani. Tahun kelahiran Kristus yang amat dihormati, dijadikan awal penghitungan waktu (kalender) baru. Istilah resminya adalah Anno Domine atau Tahun Tuhan. Kurun waktu sebelum itu biasa disebut Sebelum Masehi atau Before Christ. Sekarang, Tahun Masehi dirayakan semua orang, tidak lagi monopoli umat Kristiani.

Karena Imlek sudah menjadi semacam tradisi atau budaya yaitu hari reuni keluarga sambil bagi2 ang pao dan jeruk, maka tidak ada salahnya umat Katolik ikut merayakannya, termasuk dalam misa. Tentu saja kita diharap tidak terlalu jauh masuk pada ritual agama Khonghucu. Misalnya bawa HIO dalam Misa.

Ketua Komisi Liturgi KWI, Mgr.Sutrisna Atmoko MSF juga tidak keberatan, sejauh Misa Imlek itu mendukung dan menambah semangat iman kita. Cukup banyak orang Tionghoa masuk Katolik karena merasa “disapa” identitasnya; sementara orang Tionghoa Katolik juga merasa senang dan tetap beriman teguh Katolik.

Gong Xi Fa Cai. (Tulisan ini sebagai penjelasan dalam Misa Imlek di paroki St.Helena, Lippo-Karawaci).

Heri Kartono, OSC

Senin, 03 Januari 2011

Natal Paroki St.Helena




SEMARAK NATAL 2010

Panitia Natal paroki St.Helena tahun ini adalah wilayah Lippo. Adapun ketuanya pak Fritz. Seperti tahun sebelumnya, kali ini panitia juga tidak menggunakan Pohon Natal hidup, melainkan pohon buatan. Meski demikian, kandang dan pohon Natal yang disiapkan oleh pak Heri dkk, tetap menarik.

Setiap Natal selalu ada penjagaan ekstra dari petugas. Namun tahun ini barangkali tergolong luar biasa. Tak kurang 45 polisi dan petugas keamanan berkumpul di sekitar Gereja St.Helena. Mereka adalah polisi dari Polsek Curug, Polres Tangerang dan petugas keamanan lain. Sebuah tenda kokoh dan cukup besar didirikan di depan pintu gerbang Gereja untuk para petugas. Sehari sebelumnya bapak Ganet Sukoco, Kapolsek Curug sengaja datang memeriksa situasi. Pada malam Natal, bapak Wahyu W, Kapolres Tangerang juga meninjau pengamanan Gereja. Pak Kapolres diiringi beberapa ajudan sempat mampir di pastoran dan ngobrol lebih dari setengah jam. Kapolres yang ramah dan berpendidikan ini amat terbuka dan toleran.

Malam Natal ada dua Misa. Misa pertama jam 05.00 sore. Meski demikian, pada jam 04.00 sore Gereja sudah penuh sesak. Umat yang datang sesudah itu harus puas duduk di seputar plaza di bawah tenda-tenda. Pst.Surono memperkirakan lebih dari 2000 umat hadir. Misa kedua jam 08.30 malam tidak sebanyak misa pertama namun Gereja tetap penuh sesak.

Tanggal 25 Desember, misa Natal jam 08.00 pagi lebih dikhususkan untuk anak-anak. Suasana Misa, termasuk kotbah pastor, ditujukan untuk anak-anak. Sesudahnya acara dilanjutkan di Bedeng. Sempat diumumkan bahwa panitia sedang menjemput Sinterklas dari Ancol. Sinterklas yang pendek gemuk dan sedikit gila ini ternyata adalah pastor paroki St.Helena. Rupanya pastor paroki merelakan diri dikerjain panitia setahun sekali.

Sore hari pastor paroki diundang makan malam (Open House) di rumah Bapak Purnomo Yusgiantoro, menteri pertahanan di Jln.Widya Chandra III/8. Supaya tidak sendirian diajaklah pak Robert Kayatoe. Acara di rumah pak Menteri menyenangkan. Makanan-minuman berlimpah. Kita bebas memilih makanan yang kita sukai sambil menikmati live music. Banyak juga orang-orang penting yang hadir seperti Akbar Tanjung, Hayono Isman, Handoko (dirut Indosiar) selain para petinggi TNI dan Polri. Sesudah hampir dua jam, kamipun pulang, untuk menyiapkan tugas esok hari. (Heri Kartono)