Kamis, 29 April 2010

Antonius Hendratno


IURAN & TATA LAKSANA

Nama resminya Antonius Hendratno, namun ia biasa dipanggil Nano saja. Pria yang ramah ini adalah salah satu anggota Dewan Paroki kita. Ia dipercaya sebagai Pendamping Kepanitiaan. Keterlibatan serta dedikasinya untuk paroki tidak diragukan lagi.
Sejak pertama hijrah ke paroki St.Helena, Nano langsung diminta oleh pengurus lingkungan untuk membantu menagih iuran. Tanpa pikir panjang, Nano menerima tugas ini. Meski belum mengenal warga dengan baik, Nano datang ke semua warga untuk menagih. Hal itu ia lakukan sesudah ia pulang kerja, artinya sesudah jam 08.00 malam. Rupanya tidak semua warga rela membayar iuran lingkungan. Alasannyapun beragam. Ada warga yang saat ditagih, dengan ringannya berkata: “Oo…maaf, kami tidak misa di paroki St.Helena tapi ke kota!”.

Nano tidak putus asa. Ia terus menjalankan tugasnya menagih iuran. Suatu hari, seperti biasa ia mengetuk pintu orang untuk menagih. Saat itu sudah agak malam, sekitar jam 21.30. Penghuni rumah yang nampaknya sudah tidur, membuka pintu dengan wajah kurang senang. Sambil meminta maaf, Nano menjelaskan maksud kedatangannya, menagih iuran lingkungan. Tak lupa Nano memberi tekanan: “Sebagai warga Katolik yang baik, kita wajib membayar iuran ini pak!”. Rupanya kali ini Nano salah sasaran. Masih dengan wajah kurang senang si bapak menjawab: “Maaf, kami ini umat Islam…..!!”.

Sebagai anggota Dewan Paroki, Nano memiliki tanggung-jawab besar. Selain aktif menghadiri rapat-rapat, ia juga mempunyai kepekaan terhadap hal-hal yang kurang beres yang dapat mengganggu ketertiban atau kenyamanan menggereja.
Pada suatu hari Minggu, seperti biasa Nano pergi ke Gereja, menghadiri perayaan Ekaristi. Saat memasuki gereja, ia melihat seorang anak kecil menangis menjerit-jerit membuat gaduh. Nanopun langsung bereaksi, mencari-cari orang tua anak tersebut. Nampaknya sang anak menangis karena kehilangan orang tuanya. Sejurus kemudian Nano melihat beberapa petugas Tata Laksana sedang bergerombol. Mereka sedang ngobrol santai dan sepertinya tidak peduli pada kegaduhan anak kecil tersebut. Merasa ikut bertanggung-jawab, Nano mendekati para petugas tata laksana. Nanopun menegur mereka: “Pak, itu anak menangis dan mengganggu ketertiban!”. Merasa ditegur oleh anak muda yang masih kencur, petugas Tata Laksana tersinggung dan balik menghardik: “Iya betul, lantas mau apa? Siapa kamu??”, bentak petugas Tata Laksana dengan galak. Nano yang tidak mau mencari keributan, langsung berlalu: “Galak bener bapak ini, diberitahu baik-baik malah sewot!”, begitu mungkin gerutu pak Nano di dalam hatinya.
Heri Kartono.

Sabtu, 24 April 2010

Dekanat Tangerang



PASTOR KAOS KAKI

Rekreasi bersama adalah salah satu sarana untuk mengakrabkan orang, selain untuk refreshing tentunya. Itulah yang dilakukan 18 pastor se-dekanat Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta (19-23 April 2010). Dalam perjalanan maupun saat menikmati pemandangan indah, mereka saling mengenal lebih baik. Keakraban inilah yang diharapkan menjadi dasar kerja sama yang baik pula.

Ada sejumlah imam yang baru beberapa bulan bertugas di wilayah Tangerang. Karenanya kesempatan rekreasi ini dimanfaatkan untuk saling berkenalan. Umumnya para pastor memiliki nama-nama “biasa” dan mudah diingat seperti pastor Bimo, Adhi, Gunawan, Ary dan Swasono. Tapi juga ada nama-nama yang tidak mudah untuk diingat, seperti pastor Kurkowski SCJ.

Pastor Kurkowski yang berasal dari Polandia ini bertugas di paroki Rasul Barnabas, Pamulang. Menurut pengakuannya, dimanapun ia bertugas, orang selalu kesulitan untuk mengingat atau bahkan untuk menyebut namanya. Pernah, saat ia bertugas di Lahat, Sumatera Selatan, seorang umat karena tidak bisa menyebut Kurkowski, dengan enaknya menyebut dia Pastor Kaos Kaki. Memang nama Kurskowski terdengar mirip KaosKaki. Untunglah pastor yang berpembawaan ramah ini tidak tersinggung. Malah, sejak saat itu nama Pastor KaosKaki lebih populer daripada nama resminya yang sulit itu.

Saat kami berkenalan, pastor yang senang dipotret ini dengan entengnya berkata: “Nama saya Pastor KaosKaki……!”. Seorang rekan imam yang berdiri di sampingnya nyeletuk: “Kaos Kaki yang sudah dicuci kan??”.

Heri Kartono. OSC

Kamis, 15 April 2010

Gagasan Cemerlang


BOLEH AJA MAM, ASAL…..

Salah satu kegiatan Bina Iman asuhan ibu Angel adalah kunjungan ke panti asuhan. Beberapa waktu yang lalu, anak-anak Bina Iman ini dibawa berkunjung ke Panti Asuhan Abhimata di kawasan Bintaro. Selain anak-anak Bina Iman, beberapa orang tua juga ikut bergabung. Di antaranya adalah Ibu Fifi dan suaminya, Agus Sutrisno.

Saat berkeliling dan bertemu dengan anak-anak panti, Ibu Fifi mengamati ada dua anak yang kelihatan berbeda. Dua anak kecil ini menenteng kamera dan masing-masing memiliki handphone canggih. “Pasti dua anak ini bukan anak panti, tapi mereka juga bukan rombongan kami!”, pikir Fifi dalam hatinya. Karena rasa panasaran, akhirnya Fifi menanyakan perihal dua anak tsb pada pimpinan panti. “Oo…mereka dititipkan orang tuanya setiap week-end. Menurut orang tuanya, mereka ini anak-anak bandel. Nah, dengan hidup bersama anak-anak panti, maka diharapkan dua anak ini bisa lebih menghargai dan menghormati orang tua mereka!”, jelas pimpinan panti asuhan. Fifi-pun mengangguk-angguk setuju.

Dalam perjalanan pulang, Fifi terus memikirkan ide menitipkan anak ke panti asuhan. “Anak-anakku, Lucky dan Rich sering bandel dan kurang menghargai orang tua. Baik juga kalau aku titipkan mereka selama week-end ke panti!”, ujar Fifi kepada dirinya sendiri. Sesudah ditimbang-timbang, akhirnya gagasan cemerlang itu ia sampaikan pada dua anak lelakinya. “Anak-anakku, bagaimana kalau kalian mama titipkan ke panti asuhan setiap week-end, supaya kalian bisa lebih menghargai orang tua?”, kata Fifi kepada kedua anaknya. Mendengar itu, dengan santai Lucky, anak yang sulung menjawab: “Boleh aja Mam, asal Mama dan Papa juga tiap week-end kami titipkan ke panti jompo……!!”.
Heri Kartono, OSC

Senin, 12 April 2010

Jejak Awal



ALASAN PENUGASAN!

Sejak 1 Februari 2010, saya pindah tugas ke paroki St.Helena, Lippo Karawaci, Tangerang. Lokasi Gereja dan pastoran agak tersembunyi di komplek perumahan Lippo Karawaci. Keseluruhan komplek ditata dengan amat baik. Orang merasa seperti tinggal di suatu perumahan di luar negeri, saking teraturnya. Tak jauh dari gereja, terdapat Rumah Sakit Siloam yang bertaraf internasional. Lebih jauh beberapa ratus meter, ada Super Mall yang megah dan serba lengkap.

Meski termasuk Paroki baru, namun sudah sangat maju, sekurangnya dari segi sarana. Gedung gereja bisa menampung 1000 jemaat. Lahan parkir juga luas. Menurut pak Satpam, pada hari besar, lahan parkir bisa dipaksa memuat lebih dari 400 mobil. Tentu saja dengan cara sedikit darurat. Kalau hanya 300-an mobil, tempat parkir relatif leluasa.

Saat ini sedang dibangun gedung serba guna dan perkantoran yang besar dan memadai. Panitia pembangunan masih sibuk mencari dan mengumpulkan dana. Sepertinya mereka optimis bahwa pembangunan akan selesai pada waktunya.

Jumlah umat di paroki ini 6.175 jiwa. Komposisi umat lumayan heterogen. Dari tukang tambal ban hingga boss yang biasa menggunakan pesawat helicopter, ada di sini. Paroki dibagi dalam 9 wilayah, 39 lingkungan. Kesan saya, keterlibatan umat dalam hidup menggereja amat baik. Banyak umat dengan pendidikan dan kemampuan yang tinggi ikut terlibat dalam aktivitas gereja.

Ketika pertama kali saya datang, saya langsung senang. Soalnya, keseluruhan lingkungan memungkinkan saya untuk bersepeda. Dan memang, hampir setiap hari saya bersepeda untuk olah raga, pagi atau sore. Di komplek perumahan yang bagus ini, saya sering melihat banyak gadis-gadis muda bergerombol, terutama sore hari. Mereka adalah para pembantu atau baby sitter yang sedang ngerumpi dengan sesama pembantu. Beberapa kali, saat saya melewati mereka, saya terkejut. Semua gadis-gadis itu berbicara dalam bahasa yang sangat familiar di telinga saya: bahasa Brebes-Tegal. (Saya ini orang Ciledug yang lahir di Cirebon. Namun sejak tahun 1973, orang tua pindah ke Brebes. Sampai sekarang saudara-saudara saya banyak yang masih tinggal di Brebes. Karena itu saya sering disebut sebagai orang mBrebes!)

Saat pastor Anton Subianto OSC, wakil propinsial datang, saya ceriterakan tentang para pembantu rumah tangga itu. Dengan santai pastor Anton berkata: “Justru karena itu pastor di tempatkan di paroki ini; menjadi pelindung mereka!!”

Heri Kartono.