Nama resminya Antonius Hendratno, namun ia biasa dipanggil Nano saja. Pria yang ramah ini adalah salah satu anggota Dewan Paroki kita. Ia dipercaya sebagai Pendamping Kepanitiaan. Keterlibatan serta dedikasinya untuk paroki tidak diragukan lagi.
Sejak pertama hijrah ke paroki St.Helena, Nano langsung diminta oleh pengurus lingkungan untuk membantu menagih iuran. Tanpa pikir panjang, Nano menerima tugas ini. Meski belum mengenal warga dengan baik, Nano datang ke semua warga untuk menagih. Hal itu ia lakukan sesudah ia pulang kerja, artinya sesudah jam 08.00 malam. Rupanya tidak semua warga rela membayar iuran lingkungan. Alasannyapun beragam. Ada warga yang saat ditagih, dengan ringannya berkata: “Oo…maaf, kami tidak misa di paroki St.Helena tapi ke kota!”.
Nano tidak putus asa. Ia terus menjalankan tugasnya menagih iuran. Suatu hari, seperti biasa ia mengetuk pintu orang untuk menagih. Saat itu sudah agak malam, sekitar jam 21.30. Penghuni rumah yang nampaknya sudah tidur, membuka pintu dengan wajah kurang senang. Sambil meminta maaf, Nano menjelaskan maksud kedatangannya, menagih iuran lingkungan. Tak lupa Nano memberi tekanan: “Sebagai warga Katolik yang baik, kita wajib membayar iuran ini pak!”. Rupanya kali ini Nano salah sasaran. Masih dengan wajah kurang senang si bapak menjawab: “Maaf, kami ini umat Islam…..!!”.
Sebagai anggota Dewan Paroki, Nano memiliki tanggung-jawab besar. Selain aktif menghadiri rapat-rapat, ia juga mempunyai kepekaan terhadap hal-hal yang kurang beres yang dapat mengganggu ketertiban atau kenyamanan menggereja.
Pada suatu hari Minggu, seperti biasa Nano pergi ke Gereja, menghadiri perayaan Ekaristi. Saat memasuki gereja, ia melihat seorang anak kecil menangis menjerit-jerit membuat gaduh. Nanopun langsung bereaksi, mencari-cari orang tua anak tersebut. Nampaknya sang anak menangis karena kehilangan orang tuanya. Sejurus kemudian Nano melihat beberapa petugas Tata Laksana sedang bergerombol. Mereka sedang ngobrol santai dan sepertinya tidak peduli pada kegaduhan anak kecil tersebut. Merasa ikut bertanggung-jawab, Nano mendekati para petugas tata laksana. Nanopun menegur mereka: “Pak, itu anak menangis dan mengganggu ketertiban!”. Merasa ditegur oleh anak muda yang masih kencur, petugas Tata Laksana tersinggung dan balik menghardik: “Iya betul, lantas mau apa? Siapa kamu??”, bentak petugas Tata Laksana dengan galak. Nano yang tidak mau mencari keributan, langsung berlalu: “Galak bener bapak ini, diberitahu baik-baik malah sewot!”, begitu mungkin gerutu pak Nano di dalam hatinya.
Heri Kartono.